Sunday, June 9, 2013

Bersyukur

Masa depan seseorang dapat diprediksi dari cara dia menyikapi keadaan. Seseorang yang mampu bersabar ketika diberi ujian, maka ia akan mampu untuk bersyukur ketika diberi nikmat. Sebaliknya, seseorang yang ketika diberi ujian berputus asa, maka dia akan cenderung untuk melupakan Allah ketika mendapat nikmat. Manusia istimewa itu adalah orang yang tetap bersyukur bahkan pada saat diberi ujian. Karena ujian Allah itu, pada hakikatnya tidak seberapa dibanding nikmat yang telah Dia berikan. Karena itulah, dikatakan bahwa syukur adalah tingkatan tertinggi dari kesabaran.
Sebaliknya, manusia yang paling celaka adalah, orang yang telah diberi nikmat, namun tetap ada saja yang dikeluhkan. Mereka itulah orang-orang yang kufur nikmat. Naudzubillah Min Dzalik.
Mudah-mudahan kita semua bukan termasuk orang-orang yang kufur nikmat. Mudah-mudahan Allah tidak mencabut segala nikmat yang telah Dia karuniakan.

Kehidupan ini seperti roda berputar, kadang di atas, kadang di bawah. Kita selalu berdoa agar diberi yang terbaik oleh Allah. Sebenarnya, kondisi yang lebih baik itu ketika putaran roda kehidupan kita sedang di atas, atau justru ketika kita berada di bawah?
Ada tiga kemungkinan respon kita dalam menghadapi setiap keadaan: yaitu mengeluh, bersabar atau bersyukur. Ketika fase hidup kita sedang di atas, maka ada tiga kemungkinan output dari cara kita bersikap. Seyogyanya, ketika kita mendapatkan nikmat, kita menjadi bersyukur. Tetapi kadangkala kita lupa untuk bersyukur. Lupa bahwa semua nikmat itu adalah titipan atau pemberian Allah. Dan yang lebih celaka adalah, jika kita selalu merasa kurang dengan semua pemberian Allah, yang mengakibatkan kita terus mengeluh.
Lain cerita ketika kita sedang terpuruk dalam kehidupan. Jika kita mampu bertahan atas keterpurukan , maka kita dapat termasuk ke dalam golongan orang-orang yang sabar. Kalaupun kita berkeluh kesah kepada Allah, maka hal tersebut dapat dimaklumi, karena setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menghadapi ujian. Bahkan, ketika dalam kesusahan, kita tetap dapat mengingat pemberian Allah, dan kita mampu bersyukur dalam keterpurukan, mungkin kita bisa menjadi orang yang istimewa.

Ternyata, kondisi kesusahan justru memberi kesempatan kita untuk menjadi orang istimewa, sedangkan kondisi bergelimang kebahagiaan itu bisa jadi merupakan jebakan yang dapat menjerumuskan kita menjadi orang celaka.
Jadi, manakah sebenarnya yang lebih baik? manakah yang lebih patut kita syukuri?
Kita tidak perlu menunda untuk bersyukur, apapun keadaannya.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu"

-"-

No comments:

Post a Comment