Tuesday, June 11, 2013

Kerja Keras, Rezeki dan Takdir




"Sesungguhnya, orang yang bekerja keras (sampai sedikit tidur) tidak akan menambah rezeki mereka sedikitpun. Dan orang yang hanya menghabiskan hari dengan tidurpun, tidak akan mengurangi rezeki (yang telah dijatahkan) kepada mereka."

Bagi saya, ungkapan di atas isinya menarik untuk direnungi. Ada kalanya seorang manusia sudah berupaya menjemput rezeki dengan sekuat tenaga, namun ternyata dia tidak mendapatkan hasil seperti yang diinginkan. Jika demikian, apakah semua usaha yang telah dilakukan itu sia-sia?
Jawabannya adalah iya! Jika semua usaha itu diniatkan untuk mendapatkan hasil, maka usaha sekeras apapun sama sekali tidak akan mendekatkan seseorang dengan rezeki.
Jika demikian, lalu mengapa manusia harus bekerja?

Jawabannya adalah, untuk menunaikan kewajiban. Rezeki itu memang sudah ditetapkan, namun berusaha itu adalah wajib.
Usahayang diniatkan untuk mendapatkan rezeki adalah sia-sia karena sama sekali kerja keras itu tidak akan mendatangkan rezeki bagi seseorang. Namun jika kerja keras itu diniatkan ikhlas untuk beribadah, maka apapun yang dilakukan manusia tidak akan pernah ada yang sia-sia.

Ada tiga kriteria agar usaha itu dapat dinilai sebagai ibadah:1. Menjalankan amanah yang kita emban atas tugas itu dengan sebaik-baiknya.
2. Tidak melupakan ibadah wajib dengan alibi pekerjaan.
3. Meniatkan rezeki yang akan diperoleh untuk tujuan baik, misalnya untuk menafkahi keluarga.

Rezeki memang telah ditakdirkan namun tidak ada yang tahu takdir manusia selain Allah. Seseorang baru mengetahui takdir setelah melewatinya.
Namun demikian, sebenarnya ada sedikit petunjuk tentang masa depan. Takdir Allah memang telah ditetapkan dan bersifat rahasia, namun sebagian diantaranya dapat diprediksi, yaitu melalui pemahaman terhadap terhadap hukum alam yang memiliki pola konsisten. Pada hakikatnya, hukum alam itu juga merupakan ayat Allah, ciptaan Allah dan takdir Allah.

Ketika seorang Isaac Newton duduk di bawah pohon, kemudian sebuah apel jatuh menimpa kepalanya, dia berpikir, Mengapa apel bisa jatuh ke tanah?
Semakin jauh lagi dia bertanya, mengapa bumi mengelilingi matahari?
Seorang yang beriman percaya bahwa semua itu karena takdir Allah. Sebagian dari takdir Allah itu berjalan sesuai hukum alam yang dapat dipelajari melalui ilmu pengetahuan (sedangkan sebagian lainnya bersifat gaib). Salah satu hukum alam itu adalah teori gravitasi yang telah diamati oleh Newton beberapa abad lalu.

Dalam lingkungan yang normal, statistika menunjukkan bahwa seseorang yang bekerja lebih banyak akan mendapatkan hasil yang lebih banyak pula. Dan itu juga merupakan sebuah hukum alam. Tentu saja kerja keras bukan satu-satunya parameter, karena pasti dipengaruhi faktor-faktor lain yang tidak diketahui, sebutlah itu faktor X. Tidak seorangpun yang tahu Faktor X karena sifatnya gaib dan merupakan kewenangan Allah. Faktor X merupakan hak prerogative Allah yang tidak dapat diintervensi. Usaha maksimum manusia hanyalah sebatas eksploitasi terhadap sifat-sifat hukum alam tersebut, dengan menyerahkan sepenuhnya pengaruh faktor X tersebut kepada Allah.

Yang membedakan seorang muslim dengan atheis adalah, bahwa seorang muslim percaya faktor X itu adalah domain Allah dan bersifat gaib. Sedangkan atheis percaya bahwa faktor X itu tak berpola atau random. Orang Jerman menggunakan kata "Glück" yang artinya keberuntungan. Sebagian lainnya yang sangat memuja sains, bahkan tidak percaya bahwa faktor X itu ada dan menganggap bahwa semua di alam semesta ini memiliki pola.

Pernahkah anda mendengar seseorang yang berkata "Saya lihat sepertinya kamu akan sukses di masa depan"? Bagaimana orang-orang itu dapat berkata demikian?
Beberapa orang, berdasarkan pengalamannya, dapat membaca karakter orang lain, dan dari data-data yang didapatkannya, dia dapat memprediksi masa depan orang tersebut. Tentu saja prediksi itu tidak selalu/harus benar, karena seiring bertumbuhnya jiwa dan bertambahnya pengalaman, karakter manusia dapat saja berubah. Sama halnya dengan cerita Newton yang melihat apel jatuh di atas. Newton dapat memprediksi bahwa apel tersebut akan jatuh ke tanah, bukan karena Newton seorang peramal yang mengetahui hal gaib. Tetapi karena dia memiliki pengetahuan bahwa hukum alam berkata demikian.
Tentu saja apel itu tidak harus jatuh ke tanah, karena itu semua terserah Allah. Jika Allah menghendaki apel tersebut jatuh ke bulan, ya itu bisa saja terjadi. Dan yang demikian itu diluar pengetahuan manusia.

Sebagai penutup, Salah satu sifat Allah adalah maha pemberi. Jika manusia meminta, Dia pasti akan mengabulkan. Meskipun demikian, meminta sesuatu perlu dilakukan dengan etika yang baik. Seseorang yang meminta tidak berhak untuk memaksa kepada yang diminta. Karena kita ini mau meminta, bukan menodong. Manusia tentunya harus sadar, sebagai pihak yang meminta kita harus punya sopan santun. Meskipun kita tahu bahwa Allah itu sangat baik, pengasih, penyayang dan selalu memberi kepada setiap yang meminta.
Kadang kala kita ini sudah mengemis-ngemis, tapi tidak tahu diri. Disuruh ini, merasa berat, disuruh itu tidak mau, dilarang ini membantah,,.. Kita perlu berintrospeks.

Wallahu a’lam

"Sama sekali semua ini bukanlah hasil jerih payahku, kerja kerasku, peras keringatku maupun daya upayaku. Semua ini semata-mata belas kasihan Allah. Jika sewaktu-waktu Dia mengambilnya, aku harus siap mengikhlaskannya. Aku hanya berusaha melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan sebagai manusia."
#Hikmah

No comments:

Post a Comment