Perjalanan manusia dalam aliran waktu tak selamanya berjalan mulus. Kadangkala, batu kerikil menjadi variasi dalam kehidupan. Ada kalanya kita sudah berkorban untuk sebuah niat baik, tapi seolah-olah semua pengorbanan itu tak berarti apa-apa. Sebenarnya, tidak pernah sia-sia sebuah usaha yang dilandasi dengan niat baik, jika kita melakukannya ikhlas karena Allah. Namun jika kita menyandarkan harapan kita pada makhluk, maka bersiap-siaplah untuk kecewa.
Manusia itu memiliki rasa bosan, bisa melakukan kesalahan maupun lupa. Karena itulah, dalam berinteraksi dengan sesama, sepatutnya jika kita mampu untuk bersikap toleran, bersedia memaafkan dan berkompromi dengan keadaan. Jika kita ingin dapat bertahan dalam lingkungan apapun, kita harus mampu bernegosiasi dengan keadaan. Apalagi dalam sebuah interaksi jangka panjang. Bagaimana mungkin kita bisa bertahan jika kita mengharapkan segalanya terus sempurna tanpa ada kesempatan untuk berkompromi?
Tanpa rasa memaafkan, jiwa ini hanya akan dipenuhi dengan kebencian. Baik itu memaafkan orang lain, maupun memaafkan diri sendiri. Cukuplah sejarah itu membuat manusia untuk belajar dari pengalaman. Agar kita sebagai manusia tidak mengulangi kesalahan yang sama. Berkompromi dengan sejarah dan memaafkan diri sendiri itu perlu. Tetap positif thinking karena kesalahan itu adalah bagian dari sifat manusia. Hidup ini berjalan maju dan tidak berhenti di satu masa.
Kadang kala, pertolongan Allah turun lewat cara yang kurang kita sukai. Padahal mungkin hanya dengan cara itulah kita terselamatkan. Allah menolong kita tetapi justru kita mempersepsikan itu sebagai ujian. Sesuatu yang seharusnya kita syukuri, justru sebaliknya malah kita tangisi. Kita baru dapat memahami semuanya ketika Allah telah menjelaskannya melalui jalan hikmah. Baik itu datang dari hasil perenungan kita maupun kepekaan kita atas ucapan-ucapan makhlukNya.
-"-
No comments:
Post a Comment